2009年7月19日日曜日

Wisata Ojigadake

Sabtu, 18 Juli 2009 ayah anak-anak mengajak kami ke bukit Prince. Dalam bahasa Jepangnya disebut Ojigadake. Ini kawasan perbukitan tinggi di dekat pantai. Cuaca cerah hari ini, bahkan bisa dibilang panas terik.

Langit biru cerah seperti ini sebenarnya jarang di kota Tamano dan sekitarnya. Kami tinggal di daerah pantai, namun lautnya lebih sering berkabut. Jarang bisa melihat jelas ke seberang lautan. Padahal di tengah perairan Seto terbentang jembatan besar Seto dan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni. Di saat cuaca cerah seperti ini, ayah Hiro dengan semangat mengajak kami jalan keluar.

Ini kali pertama kami naik ke Ojigadake. Cukup berkendaraan 15-20 menit dari rumah kami sampai ke tempat parkir bukit ini. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit menuju puncak. Anak-anak kami sangat menyukai kegiatan alam seperti ini. Terutama Haruka yang lincah, dengan cepatnya dia lari kesana kemari, seakan-akan bukit ini taman bermain yang landai. Untung Hiro cukup dapat diandalkan untuk menjaga adiknya.

Mungkin jika diberi pilihan antara jalan ke perkotaan melihat pertokoan atau wisata alam, aku akan memilih yang terakhir. Yahhh, namun sedikit berkorban untuk kulit. Di musim panas ini, kulitku menghitam dengan cepat.

Ini sisi yang paling terjal dari perbukitan ini. Di belakang kami terbentang perairan Seto.

2009年7月13日月曜日

Tidak terasa Hiro sudah besar

Hiro adalah anak lelaki pertama kami. Bulan ini dia genap berusia 3,5 tahun. Jika mendengar namanya, orang akan berpikir salah satu dari kami adalah orang Jepang. Nama Hiro diambil dari nama Yoshihiro Sugegaya, orang tua angkat suami saya.

Awalnya tidak terpikir bagi kami untuk secepatnya memberi adik bagi Hiro. Kami berencana menambah anak lagi setelah Hiro besar, sekitar 4-5 tahun. Saat itu ayah Hiro masih menempuh pendidikan pasca sarjana di Shizuoka University. Tapi rencana tinggal rencana, pada saat Hiro baru berusia 8 bulan, dokter mengatakan aku telah hamil 2 bulan.

Haruka lahir ketika Hiro berusia 1 tahun 3 bulan. Jarak yang terbilang dekat. Untung saat itu Hiro sudah lancar berjalan dan mulai belajar makan makanan orang dewasa, sehingga aku tidak terlalu repot. Seakan menyadari posisinya sebagai anak pertama, Hiro dengan cepat bisa lepas popok. Tidak sulit menyuruh dia buang air kecil maupun besar, sebelum usianya masuk 1,5 tahun.

Aku menyadari mempunyai adik terlalu dini bisa memancing rasa cemburu pada anak pertama. Ini terjadi pada masa 6 bulan pertama. Tanpa sebab Hiro bisa marah dan mengamuk, sakit-sakitan setiap 2-3 minggu. Walaupun itu cuma sakit biasa seperti diare, batuk atau pilek. Masa-masa itu terasa sangat berat bagiku. Saat itu aku berjauhan dengan ayah Hiro dan menumpang di rumah orang tua untuk melahirkan Haruka. Baru setelah Haruka berusia 1,5 tahun, kami bertiga kembali ke Jepang. Tidak mudah membagi waktu mengurus 2 anak dengan keinginan yang berlainan, ditambah pekerjaan rumah tangga yang tiada hentinya.

Setahun terakhir ini, setelah Hiro jauh dari nenek yang biasa memanjanya, aku melihat perkembangan yang sangat pesat terjadi pada 2 anakku, terutama Hiro. Justru setelah di Jepang dia yang semula anak manja, tumbuh menjadi sosok yang mandiri. Dia bisa mandi sendiri bahkan memandikan adiknya. Menyiramkan shower, menyabuni dan membilas adiknya. Menjaga adiknya saat bepergian misalnya saat di tempat parkir, selama kami menurunkan barang, dia akan memegang tangan adiknya agar tidak lari kemana-mana. Mencoba membawakan barang belanjaanku. Membantu menyiram kebun. Membereskan mainan yang berserakan. Perkembangan bahasanya pun sangat pesat, apalagi setelah masuk TK Jepang, dia jadi menguasai 2 bahasa. Selain itu Hiro sangat suka diajak diskusi. Dia suka jika aku menanyakan pendapatnya akan suatu hal, dia akan cepat memberikan jawaban.

Aku sering terharu melihat kemandiriannya. Dia suka dengan segala sesuatu yang teratur. Segala sesuatu yang tepat jadwal. Hampir setiap tindakannya ada urutan yang selalu dihafalnya. Aku sering lupa, membiarkan dia dengan kemandiriannya. Berpikir bahwa dia pasti bisa mengerjakan semua. Padahal di usianya ini, dia tetaplah seorang anak balita. Dia masih butuh perhatian yang sama dengan adiknya. Kadang aku merasa kasihan padanya, karena kami harus berbagi kasih sayang di antara 2 anak. Tapi tentu saja tidak menyalahkan kelahiran Haruka. Karena justru dari kehadiran adiknya inilah, kami bisa melihat Hiro yang sekarang.